Aksara Lampung atau
biasa disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan masyarakat Suku
Lampung. Para ahli berpendapat bahwa aksara ini berasal dari
perkembangan aksara devanagari yang lengkapnya disebut Dewdatt Deva
Nagari atau aksara Pallawa dari India Selatan. Aksara tersebut berbentuk
suku kata seperti halnya aksara Jawa ca-ra-ka atau bahasa Arab
alif-ba-ta.
Had Lampung terdiri dari huruf induk
yang berjumlah 20 buah, yakni:
ka–ga–nga–pa–ba–ma–ta–da–na–ca–ja–nya–ya–a –la–ra–sa–wa–ha–gha. Serta
atribut lain seperti; anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan,
juga terdapat lambang, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan
istilah Kaganga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan.
Maka pemerian vokal dan diftongnya
menggunakan tanda-tanda serupa fathah pada baris atas dan tanda-tanda
kasrah pada baris bawah, tetapi tidak menggunakan tanda dammah pada
baris depan, melainkan menggunakan tanda di belakang. Tiap-tiap penanda
vokal dan diftong tersebut mempunyai nama tersendiri.
Nama masing-masing anak huruf yang
terdiri dari 12 buah itu adalah sebagai berikut: Anak huruf yang
terletak di atas huruf: ulan, bicek, tekelubang (ang), rejenjung (ar),
datas (an). Anak huruf yang terletak dibawah huruf: bitan dan tekelungau
(au). Anak huruf yang terletak di belakang huruf: tekelingai (ai),
keleniah (ah), nengen (tanda huruf mati).
Aksara Lampung masuk ke daerah Sumatera
Selatan pada jaman kerajaan Sriwijaya (700-1300). Boleh dikatakan bahwa
aksara ini memiliki banyak persamaan dengan aksara-aksara di luar
Lampung. Tetapi bukan berarti yang satu meniru yang lain, melainkan
aksara-aksara tersebut memang bersaudara, sama-sama diturunkan dari
aksara India.
Namun karena ada pembeda bentuk dan
masih dipergunakan oleh sebagian orang di daerah pedalaman Lampung, maka
kita sebut aksara tesebut sebagai aksara Lampung. Atau dalam bahasa
daerah lampung disebut kelabai surat Lampung, yang berarti “Ibu surat
Lampung”. Jadi di dunia ini tidak ada aksara yang murni, sebab pembauran
antarbudaya di muka bumi berlangsung sepanjang masa.
Prof. K.F.Holle
berpendapat, cuma sedikit suku-suku di Nusantara yang memiliki aksara
sendiri, dan sebagian besar suku-suku tidak memiliki aksara, dan baru
mengenal aksara setelah menerima Islam, yaitu huruf Arab-Melayu. Dan
dari semua aksara Surat Ulu (aksara Kaganga), aksara Lampung memiliki
kelainan tersendirii. Aksara ini telah dibahas oleh Prof. Karel Frederik
Holle, Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Batavia, 1882), dan
walau selintas disinggung juga oleh Prof. Johannes Gijsbertus de
Casparis, Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia
(Leiden, 1975).
Aksara atau Had Lampung memiliki dua
kategori aksara, yakni; aksara Lama dan aksara Baru. Antar aksara
Lampung yang sekarang masih berlaku dengan aksara-aksara lama Lampung,
terdapat dalam tulisan-tulisan piagam lama yang terbuat dari kulit kayu
atau tertulis di atas tanduk, buku bambu atau kertas terdapat perbedaan.
Contohnya adalah kitab yang terdapat di bekas Keratuan Darah Putih
bertahun 1270 H, yang ditulis dalam aksara Lampung Lama dan Arab Melayu,
dengan memakan bahasa jawa Banten. Sementara aksara Lampung yang baru
adalah aksara yang sekarang masih dipakai di kalangan anggota masyarakat
Lampung di daerah pedalam, di kampung-kampung, dan terutama di kalangan
orang tua.
Sebagai respon positif dari masyarakat
dan pemerintahan Lampung, aksara masyarakat pedalaman ini dibakukan dan
diajarkan pada anak-anak di sekolah. Kalangan remaja pun tidak mau
ketinggalan, aksara Lampung baru ini dibuat berupa software yang bisa
diaplikasikan pada komputer, sehingga memungkinkan untuk berkreasi
desain pada kaos, kriya, sofenir, dan sarana pergaulan lainnya dengan
aksara-aksara nenek moyang ini.
0 komentar:
Posting Komentar