Nama Resmi
|
:
|
Kabupaten
Lampung Selatan
|
Ibukota
|
:
|
Kalianda
|
Provinsi
|
:
|
Lampung
|
Batas
Wilayah
|
:
|
Utara:
Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur
Selatan: Selat Sunda Barat: Kabupaten Tanggamus Timur: Laut Jawa |
Luas
Wilayah
|
:
|
700,32 Km²
|
Jumlah
Penduduk
|
:
|
983.356
Jiwa
|
Wilayah
Administrasi
|
:
|
Kecamatan
: 17, Kelurahan : 3, Desa : 248
|
Website
|
:
|
|
(Permendagri
No.66 Tahun 2011)
Sejarah terbentuknya
Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar
1945. Dalam Undang-Undang Dasar tersebut, pada bab VI pasal 18 disebutkan bahwa
pembagian Daerah di Indonesia atas Daerah Besar dan Kecil, dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang serta memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam Sistem Pemerintahan Negara dan Hak-hak
Asal-usul dalam Daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Sebagai
realisasi dari pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, lahirlah Undang- undang Nomor
1 tahun 1945. Undang-undang ini mengatur tentang Kedudukan Komite Nasional
Daerah, yang pada hekekatnya adalah Undang-undang Pemerintah di Daerah yang
pertama. Isinya antara lain mengembalikan kekuasaan Pemerintahan di Daerah kepada
aparatur berwenang yaitu Pamong Praja dan Polisi. Selain itu, untuk menegakkan
Pemerintahan di Daerah yang rasional dengan mengikut sertakan wakil-wakil
rakyat atas dasar kedaulatan rakyat.
Selanjutnya
disusul dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 tentang Pembentukan Daerah
Otonom dalam wilayah Republik Indonesia yang susunan tingkatannya sebagai
berikut:
1. Propinsi
Daerah Tingkat I;
2.
Kabupaten/Kotamadya (Kota Besar) Daerah Tingkat II;
3. Desa
(Kota Kecil) Daerah Tingkat III.
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 22 tahun 1948, maka lahirlah Propinsi Sumatera Selatan
dengan Perpu Nomor 3 tanggal 14 Agustus 1950, yang dituangkan dalam Perda
Sumatera Selatan Nomor 6 tahun 1950. Bedasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39
tahun 1950 tentang Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan
Pemerintah untuk Daerah Propinsi, Kabupaten, Kota Besar dan Kota Kecil, maka
keluarlah Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Selatan Nomor 6 tahun 1950 tentang
Pembentukan DPRD Kabupaten di seluruh Propinsi Sumatera Selatan.
Perkembangan
selanjutnya, guna lebih terarahnya pemberian otonomi kepada Daerah bawahannya,
diatur selanjutnya dengan Undang-undang Darurat Nomor 4 tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Kabupaten dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan
sebanyak 14 Kabupaten, diantaranya Kabupaten Lampung Selatan beserta DPRD-nya
dan 7 (tujuh) buah Dinas otonom. Untuk penyempurnaan lebih lanjut tentang
struktur Pemerintahan Kabupaten, lahirlah Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 yang
tidak jauh berbeda dengan Undang-undang nomor 22 tahun 1948. Hanya dalam
Undang-undang nomor 1 tahun 1957 dikenal dengan sistem otonomi riil yaitu
pemberian otonomi termasuk medebewind.
Kemudian
untuk lebih sempurnanya sistem Pemerintahan Daerah, lahirlah Undang-undang
Nomor 18 tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang mencakup semua
unsur-unsur progresif daripada:
1.
Undang-undang Nomor 1 tahun 1945;
2.
Undang-undang Nomor 22 tahun 1948;
3.
Undang-undang Nomor 1 tahun 1957;
4. Penpres
Nomor 6 tahun 1959;
5. Penpres
Nomor 5 tahun 1960.
Selanjutnya,
karena Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dimaksud sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan jaman, maka Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 ditinjau
kembali. Sebagai penyempurnaan, lahirlah Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, yang sifatnya lebih luas dari Undang-undang
Nomor 18 tahun 1965. Undang-undang ini tidak hanya mengatur tentang
Pemerintahan saja, tetapi lebih luas dari itu, termasuk dinas-dinas vertikal
(aparat pusat di daerah) yang diatur pula di dalamnya.
Selain itu,
Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 diperkuat dengan Undang-undang Nomor 22 tahun
1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian disempurnakan oleh Undang-undang
Nomor 32 tahun 2008. Undang-undang yang terakhir ini lebih jelas dan tegas
menyatakan bahwa prinsip yang dipakai bukan lagi otonomi riil dan
seluas-luasnya, tetapi otonomi nyata dan bertanggung jawab serta bertujuan
pemberian otonomi kepada daerah untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik
dan kesatuan bangsa.
Lambang
Daerah Kabupaten Lampung Selatan berbentuk perisai, yang melambangkan Ketahanan
Rakyat. Pada bagian atas membentuk siku-siku sedangkan bagian bawah berbentuk
lonjong.
2. WARNA
LAMBANG
- Warna hijau tua merupakan warna dasar, yang melambangkan kemakmuran.
- Warna hijau muda pada bagian daratan melambangkan kesuburan.
- Warna kuning pada siger dan padi melambangkan keluhuran dankejayaan.
- Warna putih pada kapas dan tulisan melambangkan kesucian.
- Warna biru pada pegunungan dan laut melambangkan kesetiaan.
- Warna biru muda pada awan diatas gunung melambangkan kejujuran.Warna hitam pada keris melambangkan keteguhan dan kekuatan.
- Warna hitam pada keris melambangkan keteguhan dan kekuatan.
3. ISI
LAMBANG
- Siger merupakan ciri keluhuran adat budaya.
- Segi lima melambangkan falsafah Negara Pancasila.
- Aksara Lampung dengan Ragom Mufakat yang berarti suka bermusyawarah untuk menuju mufakat, berwarna putih terletak antara kapas dan padi dibawah segi lima.
- Sebuah keris terhunus, yang terletak pada tangkai padi dan kapas yang ujungnya dibawah segi lima melambangkan keperwiraan.
- Setangkai kapas berjumlah 17 (tujuh belas) kuntum, setangkai padi berjumlah 45 (empat puluh lima) butir dan kedua tangkainya terjalin membentuk angka 8 (delapan), berarti diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
- Dua buah daratan dan teluk, melambangkan keadaan alam daerah Kabupaten Lampung Selatan dan terdapat dua buah gunung yaitu gunung Rajabasa dan gunung Pesawaran.
- Tulisan Ragom Mufakat, berarti suka bermusyawarah untuk menuju mufakat.
- Kata Lampung Selatan berarti daerah Kabupaten Lampung Selatan.
Berdasarkan
data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis besar dapat
digolongkan menjadi dua bagian yaitu penduduk asli Lampung dan penduduk
pendatang. Penduduk asli khususnya sub suku Lampung Peminggir umumnya
berkediaman di sepanjang pesisir pantai. Penduduk sub suku lainnya tersebar di
seluruh wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Penduduk pendatang yang berdomisili
di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari bermacam-macam suku dari berbagai
daerah di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
Sulawesi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Dari semua
suku pendatang tersebut jumlah terbesar adalah pendatang dari Pulau Jawa.
Besarnya penduduk yang berasal dari Pulau Jawa dimungkinkan oleh adanya
kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda dan dilanjutkan dengan transmigrasi
pada masa setelah kemerdekaan, disamping perpindahan penduduk secara swakarsa
dan spontan. Beragamnya etnis penduduk di Kabupaten Lampung Selatan mungkin
juga disebabkan karena Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar adalah wilayah
pantai sehingga banyak nelayan yang bersandar dan menetap. Para nelayan ini
pada umumnya mendiami wilayah pantai timur dan selatan, yang sebagian besar
berasal dari pesisir selatan Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan.
Dengan beragamnya
etnis penduduk yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Selatan, maka
beragam pula adat dan kebiasaan masyarakatnya sesuai dengan asal daerahnya.
Adat kebiasaan penduduk asli yang saat ini masih sering terlihat adalah pada
acara-acara pernikahan. Penduduk Kabupaten Lampung Selatan dalam bentuknya yang
asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Hukum adat tersebut berbeda
antara yang satu dengan lainnya. Secara umum penduduk asli Lampung yang
terdapat di Kabupaten Lampung Selatan dapat dibedakan dalam dua kelompok besar
yaitu masyarakat Lampung Peminggir yang merupakan mayoritas suku Lampung di
Kabupaten Lampung Selatan dan kelompok kedua yaitu masyarakat Lampung Pepadun.
(sumber : LSDA-2007)
Sumber
: http://www.lampungselatankab.go.id
0 komentar:
Posting Komentar